Bulan lalu, saya dan teman-teman satu lab makan malam di sebuah restoran di Aarhus bernama Restaurant Domestic. It’s a gourmet restaurant in the heart of Aarhus and focus on the local and presence.
It goes by many names, and we – the team behind Restaurant Domestic – has been called “Gastronomic star team”, “a four-leaf clover of the very interesting kind,” “competent,” “passionate people who have a mission” and other names slightly same style. we bear the names with humility, for basically we are just ordinary people with a passion for the profession and a passion for what we do. Ditte, Christoffer, Morten and Christian, four firebrands – all with the same dream – to create a gourmet restaurant with a focus on sustainability and local producers. (http://www.restaurantdomestic.dk/om-domestic/)
Suasana restoran ini sangat nyaman, (cozy dan hygge — kalau menurut Bahasa Inggris dan Denmarknya). Suasana lampu yang temaram disertai beberapa lilin di meja membuat restoran ini nampak elegan. Seperti kebanyakan gourmet restaurant, mereka menawarkan menu sesuai musim. Pada saat kami datang, restoran ini menawarkan 2 jenis paket; 4 menu dan 8 menu. Namun karena kami dari NFL, kami ingin mencoba di tengah. Setelah bertanya, kami pesan 6 menu. Selain itu, mereka juga menawarkan 2 jenis paket menu minuman yang sudah didesain oleh chef mereka untuk disesuaikan dengan jenis makanan yang dihidangkan. Mereka menawarkan wine menu dengan 4 atau 7 macam wine. Namun bagi yang tidak mengonsumsi alkohol, mereka menawarkan jus menu dengan 4 atau 7 macam jus. Saya pesan 4 macam jus menu dan tambahan jus apel sebagai minuman selamat datang.
Karena ini adalah musim dingin, maka merupakan waktu yang tepat untuk menawarkan jus apel. Jus yang disediakan sangat menyegarkan dengan rasa asam dan manis alami yang seimbang. Mereka tidak menambahkan gula pada jus yang diperas baru saja ketika kami memesannya.
Sebelum menu disajikan, seperti umumnya restoran di Eropa, mereka menyediakan sourdough bread dan mentega yang mereka buat sendiri. Menurut saya tidak seperti sourdough bread umumnya, roti yang mereka hasilkan tidak begitu asam. Saya hampir tidak dapat menemukan rasa sourdough-nya. Menurut chef di lab kami, roti tersebut dapat dikatakan kurang baik karena memiliki lubang vertikal. Menurut dia, ini merupakan indikasi bahwa roti dibuat dengan menggunakan ragi instan, bukan hasil fermentasi alami sourdough. Ragi instan akan memproduksi gas dengan cepat dan mendesak struktur roti sehingga menciptakan lubang vertikal. Sedangkan sourdough akan menghasilkan gas secara lambat sehingga menghasilkan lubang yang tidak vertikal, namun cenderung melebar. Selain itu, mereka juga menyajikan 8 macam kudapan. Mari kita bahas satu persatu.
sourdough bread |
Kudapan pertama adalah minuman berupa ‘teh’ dari roasted barley dengan mentega. Menarik. Aromanya seperti kopi dengan note khas barley, namun buat saya ini terlalu asin. Mungkin cocok untuk obat diare.
Kudapan kedua adalah crispy barley dengan smoke cheese cream. Buat saya ini seperti rengginang dari barley. Rasanya boleh juga. Tidak begitu istimewa sih.
Ketiga adalah dehidrated carrot dengan brown butter. Untuk ukuran menurut saya terlalu panjang mengingat teksturnya yang agak liat sehingga sulit digigit.
dehidrated carrot – brown butter |
Kemudian ada kohl rabi yang memiliki penampakan yang sangat lentur ketika diambil dari wadah yang terbuat dari batu utuh, namun memiliki tekstur yang sangat renyah ketika dikunyah, sangat kontras dari apa yang terlihat sehingga menimbulkan sensasi surprise.
Lalu ada cod roe dan elderberry – kok saya lupa ya ini seperti apa? Lalu ada Brussel sprouts dengan egg emulsion yang dicampur dengan dried veal heart. Brussel sproutnya dimasak dengan super hati-hati sehingga tidak ada rasa pahit sama sekali. Ukuran lembaran Brussel sproutnya pun diseleksi. Sepertinya ada banyak Brussel sprout yang terbuang untuk membuat makanan ini. Tapi egg emulsion dengan dried veal heart-nya enak. Rasanya seperti keju krim segar. Perpaduan antara tekstur renyah dari brussel sprout dengan krim yang lembut membuat ingin lagi dan lagi. Dua kudapan yang lain yaitu babi teriyaki dan pork tenderloin dengan unripe apple. Keduanya tidak saya coba karena bertentangan dengan value yang saya pegang.
Menu pertama yang diberikan adalah
Cabbage – Norwegian lobster – crème fraiche. Kubis panggang yang dihasilkan tetap memberikan tekstur dan rasa mentah. Jus yang disajikan bersama makanan ini terbuat dari teh, madu dan quinche. Minuman ini memiliki karakter astringent (sepat) yang kuat hasil perpaduan teh dan madu, sedikit pahit, manis yang sangat tipis dibelakang. I personally like this beverage. The taste development in the mouth during and after drinking it made me want to have it again and again.
Turbot – sunchoke – whey sauce. Filet ikan sebelah kalau di Indonesia namanya. Enak. Minuman yang disajikan bersama makanan ini adalah Oxidized pear. Buat saya minuman ini datar, tidak ada sensasi naik turun yang dihasilkan. Hanya manis, sedikit aroma pir, dan vanila note dibelakang. Seperti jus pir yang sudah lama sehingga teroksidasi.
Kale – eggyolk – yeast. Kale yang dipanggang dengan sedikit minyak zaitun, kuning telur leleh sebagai sausnya dan taburan yeast yang super umami membuat masakan ini sederhana namun berkelas. Saya pernah membuat roasted kale, hasilnya sama dengan resto ini, renyah dan sedikit alot khas kale. Namun saya bukan pecinta umami, sehingga buat saya yeast-nya terlalu ”nyeutak” (ini bahasa Indonesia-nya apa ya?).
Veal-beetroot-elderberry. Minuman yang disajikan bersama makanan ini adalah jus yang terbuat dari beet root, gooseberry dan vinegar. It’s a super powerfull antioxidant drink. Bau seperti tanah (earthy) dari beetroot cukup tajam ketika dicium, namun tidak terlalu kuat ketika dirasakan di dalam mulut. Selain itu minuman ini memiliki rasa manis dan sepat. Karena dipasangkan dengan steak daging sapi muda dengan saus beetroot dan beetroot film serta lagu yang diputar cukup nge-beat, membuat sesi ini superbeat. It was too much “into” the “beat”.
Veal-beetroot-elderberry |
Dua jenis dessert: Quince – sheep’s milk – honey. Madunya memperkuat aroma domba dari es krim yang dihasilkan. Menarik. Menu ini disajikan dengan jus apel dan ekstrak dari pucuk daun muda pohon pinus. Minuman ini memiliki pengembangan rasa yang baik. Pertama dirasa akan muncul manis yang kuat, lalu diiringi dengan asam, lalu sepat, aroma pinus, sedikit lemon note dan cecap seperti echinacea diakhir. Saya suka minuman ini.
Quince – sheep’s milk – honey |
Makanan penutup terakhir adalah Candid appple – sunflower – mjod. Presentasinya menurut saya kurang menarik. Terus terang saya merasa sudah cukup kenyang untu menu terakhir ini sehingga saya hanya menghabiskannya saja tanpa menikmatinya.
Candid appple – sunflower – mjod. |
Secara keseluruhan, saya senang dan cukup puas makan di restoran ini. Christian Neve menjelaskan cukup banyak tidak hanya tentang makanan dan minuman yang disajikan, namun juga beberapa proyek yang sedang mereka kerjakan dalam pengembangan menu. Mereka juga meminta kami mencicipi pilsner beer yang mereka kembangkan sendiri. Tentu saja saya tidak mencobanya dan saya tidak merasa rugi. Pengalaman makan di sini memberikan saya banyak pelajaran dan petualangan rasa. Seperti pengalaman pada umumnya, tidak semuanya manis, namun tergantung dari sudut pandang kita melihatnya.
Total biaya yang saya bayar untuk sekali makan di sini pada tahun 2016 dengan 6 menu dan 8 snack (included), 1 paket dengan 4 jenis jus dan tambahan jus apel adalah sebesar 945 DKK. (ehm, tolong jangan dirupiahkan. Saya juga shock membayarnya. Memang pengalaman itu mahal harganya.)
P.s. Maafkan gambar yang tidak terlalu bagus karena mengambilnya dengan kamera HP tanpa flash dalam kondisi ruangan yang hygge.