Berhubung penelitian saya mengambil sampel berupa tempe, saya pun penasaran untuk memcoba membuat tempe di negeri empat musim. Dengan kondisi alam yang jauh berbeda dengan di Indonesia, membuat suhu dan kelembaban artificial agar sesuai untuk pertumbuhan jamur pada tempe memerlukan beberap trik memang. Dengan bekal pernah belajar membuat tempe di sentra produsen tempe di Ngoto, laboratorium STPP Jogja, pembuat usar di Godean, dan belajar membuat tempe di Bumi Langit institut dari pengrajin tempe tradisional bernama Bu Inul dan Bu Cicil Tjah Dampit, serta pengalaman membuat inkubator di rumah untuk penelitian ketika skripsi S1, saya pikir saya bisa mencoba membuat tempe.
Percobaan pertama saya menggunakan 2 cup kedelai kuning kering yang saya beli di toko J&B dekat stasiun Nørrebro dan 1 cup kedelai edamame frozen yang saya beli di Fakta. Inokulum yang saya punya hanya daun usar yang saya bawa dari Indonesia dan tadinya mau saya kasih ke supervisor saya tapi saya urungkan niat itu. Untuk proses kedelai kuning, saya menggunakan proses yang pernah saya pelajari di laboratorium STPP dengan 8 tahap proses. Sedangkan kedelai frozen hanya melalui satu kali tahap perendaman dan pemasakan karena kedelainya sudah empuk. Untuk kedua jenis kedelai, saya hanya menggunakan satu lembar daun usar yang kecil. Untuk kemasan, saya menggunakan plastik yang saya bawa dari Indonesia dan sudah saya tusuk-tusuk dengan pisau untuk memberikan pori-pori. Untuk inkubator, saya menggunakan kotak makan yang saya lapis dengan serbet bersih dan saya letakkan di dekat heater pada angka 2. Hasilnya, sukses untuk yang kedelai kuning, tapi tidak untuk edamame frozen. Untuk tempe edamame, dia bosok sebelum menjadi tempe. Dari aromanya sudah langsung semangit. Ini kemungkinan besar disebabkan karena suhu yang terlalu panas dan kedelai yang masih terlalu basah ketiak diberi usar.
Tempe usar pertama yang sukses |
Tempe edamame yang gagal |
Yang saya ingat, pesan dari bu Cicil, prinsip membuat tempe itu tidak boleh terkena garam, minyak dan air hujan. Maka peralatan yang saya gunakan saya pastikan bersih dari sisa minyak dan garam.
Namun karena saya tak pernah puas, saya pun berguru pada Mbak Ika, istri rekan dosen UGM yang juga sedang mengambil PhD di Denmark, yang pernah menjadi produsen tempe di Denmark dan mensuplai kebutuhan PPI dan KBRI. Berikut adalah tips-tips dari guru Ika yang saya salin tempel langsung dari titah dia melalui Whatsapp:
- Cuci kedelai, rendam semalam. Rebus dengan air baru selama 30 menit. Jangan buang air rendaman 1. (yang saya lakukan adalah langsung merendam tanpa mencucinya karena kedelai di sini sudah cukup bersih, dalam arti tidak ada cemaran fisik, dan saya sengaja tidak mencuci untuk bisa mendapatkan mikrobia alami yang bisa menghasilkan asam laktat)
- Setelah dingin bersihkan kulit dan pisahkan. Rendam lagi kedelai tanpa kulit dengan bekas air rendaman 1, semalam. (ini ide bagus untuk hemat air sekaligus tetap mendapatkan jumlah produksi asam laktat yang cukup)
- Cuci kedelai sampai keset, kukus 30 menit. Dinginkan smbil di bolak-balik. Setelah dingin dan tidak berair, beri ragi, bungkus dengan plastik berlubang. (berhubung saya gak punya kukusan, jadinya ya saya rebus lagi)
- Untuk fermentasi, taruh di dalam laci kayu, alasi serbet kain, tutup lagi dengan serbet kain. Berapa lapis serbetnya tergantung suhu. (berhubung saya tidak membuat banyak, jadi kotak makan plastik sudah cukup menampung calon tempe saya dan cukup membuat kondisi seperti inkubator buatan dengan suhu dan kelembaban yang cukup)
Inkubator mini - Laci kayu harus sedekat mungkin dengan heater dan tidak boleh dekat jendela yang sering dibuka-buka. (setuju!)
tempe kedelai kuning pada awal fermentasi |
Tempe edamame pada awal fermentasi |
Lama fermentasi sangat tergantung suhu dan tempat membuat. Pengalaman dari Mbak Ika, pindah apartemen lama fermentasi juga beda. Lama pembuatan dari awal pernah sampai 7-8 hari, namun rata-rata 5-6 hari. Untuk tempe mendoan yang tipis, setelah plastik, bisa dilapisi kertas yang juga sudah dibolongi agar bentuknya tidak berubah. Tips-tips dari guru ika ini pasti akan sangat berguna kalau saya membuatnya dalam jumlah lebih banyak.
Hasil tempe pertama ini saya goreng dan saya bagikan ke teman-teman di lab untuk mengetahui respon pertama mereka sekaligus menggali kosakata yang bisa saya gunakan untuk penelitian saya. Sisanya saya bikin sambel tempe dan saya coba sebagian untuk saya bekukan.
Dari pengalaman membuat tempe sendiri ini, saya mendapat pelajaran bahwa ketika kita mengetahui dan merasakan bagaimana lama dan perjuangan proses membuat suatu makanan, kita menjadi lebih menghargai makanan itu dan terasa lebih nikmat ketika dimakan. Ada hubungan antara kita dengan apa yang kita makan. Dan itu membuat saya merasa utuh.