Cooking cultures and innovation: Evolution of traditional recipes

Workshop ini dimulai setelah makan siang selesai dan bertempat di ruang amphitheater. Ruang amphiteather ini bentuknya seperti ruang kuliah yang bertingkat-tingkat tempat duduknya, namun alih-alih white board di depan, ada dapur untuk mendemokan cara memasak. Kemudian dibeberapa sudut dapur ada camera cctv yang bisa memperbesar gambar kemudian langsung ditampilkan di dua layar besar yang ada di bagian atas. Dengan demikian, orang yag duduk dibagian belakang pun dapat mengetahui apa yang terjadi dan apa yang sedang dilakukan oleh chef di depan.

Ruang Amphitheatre
Dapur demo

Pada workshop ini, saya diminta untuk mempresentasikan tempe dan mendapat jadwal di paling akhir (saya paling benci jadwal terakhir sebenarnya). Sebelum saya, ada 4 orang yang akan melakukan demo memasak makanan dari tempat asal mereka. Mereka adalah para calon chef pada tahun terakhir yang sedang melakukan exchange di Institute Paul Bocuse ini. Saya diminta presentasi di akhir sebagai penutup untuk menjelaskan bagaimana penerimaan konsumen tentang makanan tradisional yang dimodernisasi. Sangat sesuai sekali dengan topik penelitian saya.

Untuk presentasi yang pertama dilakukan di luar ruangan karena tiga calan chef dari Finland yang bernama Leo, Harry dan Jimmy menunjukkan bagaimana cara membuat ikan salmon asap dengan cognac khas Finland. Saya tidak berani mencoba makanan ini karena ketika saya tanya, berapa persen kandungan alkohol yang tersisa di ikan, mereka tidak dapat menjawab, dan karena kandungan alkohol pada cognac cukup tinggi (sekitar 40%), saya tidak mau untuk mencobanya.

Leo, Harry dan Jimmy dari Finland

Presentasi kedua dilakukan oleh Alley, calon chef tahun terakhir yang berasal dari Lousiana. Dia dan temannya mendemokan cara membuat tomat hiaju goreng. Tomat hijau yang sudah dipotong, dilapis dengan 3 macam bahan. Bahan pertama adalah tepung terigu yang dicampur dengan garam, lada, bawang putih bubuk, parsley dan Bombay bubuk. Pelapis kedua adalah campuran telur, susu, garam, lada hitam, tabasco dan Worcestershire sauce. Pelapis ketiga adalah breadcrumb, bubuk bawang putih, garam dan lada hitam. Kuncinya adalah menggunakan tomat hijau yang masih kerasa agar dia dapat mempertahankan teksturnya selama penggorengan. Selain itu, sebelum dilapis, tomat hijau sebaiknya disimpan dalam kondisi dingin. Tomat goreng ini biasa dinikmati dengan homemade remoulade sauce.

Alley dan temannya
tomat goreng

Presentasi ketiga adalah membuat ceviche secara modern dan tradisional khas dari Peru. Kunci dari masakan ini adalah ikan lau yang benar-benar segar. Pada jaman dahulu, ini merupakan makanan para nelayan setelah pulang dari laut. Oleh karena itu ceviche biasa diasajikan pada pagi hari. Ceviche adalah ikan segar yang dipotong dadu dan di rendang dalam ”tiger milk” dan disajikan dengan potongan daun ketumbar. Secara tradisional, ceviche biasa dinikmati dengan ubi yang direbus dalam jus jeruk, bunga lawang dan vanila. Awalnya ceviche dibuat dengan jus jeruk juga, namun rasa manis dari jus jeruk dianggap kurang nyambung jadi mereka menggantinya dengan jus lemon. Cara membuat ceviche, pertama ikan segar dan mentah di potong dadu ukuran 1 x 1 cm. Ikan yang biasa digunakan adalah ikan bonito. Bisa menggunakan tuna, namun rasanya akan lebih grassy. Lalu buat tiger milk dengan mencampur lemon juice, bagian tengah bawang bombay merah, daun ketumbar cincang, jahe cincang, bawang putih, garam dan seledri. Pertama semua bahan kecuali lemon juice diberi garam hingga berkeringat, baru ditambahkan lemon juice dan es batu. Simpang dingin. Ceviche dibuat dengan mencampur ikan segar yang sudah dipotong dengan ”tiger milk” selama 50 detik, kemudian disajikan dengan ubi rebus.

Ceviche tradisional

Ceviche modern dibuatdengan cara yang hampir mirip, namun daun ketumbarnya tidak di cincang, namun dibuat emulsi daun ketumbar. Kemudian ubinya dibuat menjadi es krim ubi. Awalnya saya merasa berat sekali makan ikan mentah dengan campuran bahan yang tidak biasa. Namun memang rasa ikan segar yang benar-benar segar melelehkan lidah saya. Awalnya saya pikir saya tidak bisa menghabiskan ikan yang disajikan. Namun saya salah. Saya dapat menghabiskannya bahkan menikmatinya. Rasnaya mungkin seperti makan pempek rebus.

Ceviche Modern

Presentasi demo masak yang terakhir adalah Posta Cartagenera dari Colombia. Masakan ini adalah daging sapi yang dimasak perlahan dengan panela (gula tebu yang tidak dimurnikan) seperti gula jawa yang berasal dari tebu, alias gula jawa kw). Resep awalnya dibuat dengan menggunakan panela, namun sekarang orang lebih senang menggunakan coca cola karena menghasilkan rasa yang sama. Bahan lain yang digunakan untuk memasak antara lain green onion, wortel, tomat, kayu manis, vanilla. Posta cartagenera biasa disajikan dengan nasi yang dimasak seperti paella.

Posta Cartagenera

Yang saya paham, mereka minta saya untuk presentasi tentang tempe dan penelitian saya, maka saya tidak menyiapkan diri untuk memasak. Jadi saya hanya menyiapkan power poin saja, khas universitas. Tapi untungnya saya sudah terlatih untuk membuat presentasi tanpa kata2 oleh NFL. Jadi Cuma gambar aja di powerpoint. Because the point is there, and the power is in me.

Alhamdulillah presentasi berjalan lancar dan peserta tertarik dengan penelitian saya. Acara selesai pukul 6 sore.