Makanan dan Kenangan = Kesan

Makan adalah sebuah proses budaya. Dalam sebuah proses pasti ada input – dalam hal ini makanan, ada faktor lain yang mempengaruhi – lingkungan, suasana hati, cahaya, suhu, kebersamaan, dll, dan akan menghasilkan output – berupa sensasi dan kesan. Sensasi itu sendiri tercipta dari hasil interaksi komponen bahan yang menyusun makanan tersebut. Sedangkan kesan tercipta karena pengalaman. Pengalaman menikmati makanan tersebut untuk pertama kali atau yang kesekian kali dengan suasana yang berbeda. Pengalaman menikmati makanan karena pembuatnya. Atau pengalaman makan yang dipengaruhi oleh faktor lain ketika menikmatinya. Faktor lain itulah yang membuat kesan pada makanan.

Saya merasakan kesan sangat melekat pada makanan. Misalnya ketika saya pergi ke Belgia dan menikmati makanan khas sana berupa wafel. Yang saya rasakan adalah wafel itu teksturnya lunak, agak liat ketika baru matang, cecapnya manis, memiliki aroma butter, vanila dan gula matang yang menggugah selera, warna kuning kecoklatan hasil dari reaksi antara gula, protein dan suhu yang tinggi.

Di lain waktu saya sangat menikmati makan wafel karena saya makan bersama dengan seorang sahabat saya di pinggir sungai yang bersih, cuaca yang cerah, dan obrolan kami mengalir begitu saja santai, nikmat, dan indah sekali. Pada saat itu, ada dua komponen yang saya nikmati, yaitu wafel dan kebahagiaan bersama teman. Itu adalah kesan yang menempel pada Wafel.

Sehingga suatu hari lagi, ditempat yang sangat jauh dari tempat wafel itu berasal, dan saya makan wafel lagi, saya ingat akan teman saya itu. Jadi wafel membawa kesan pada diri saya, yaitu kenangan indah bersama teman itu. Miss you, Pauline..