Menyusui adalah proses yang dalam buat saya. Dengan menyusui ada ikatan batin yang terjalin antara ibu dan anak. Ada tatapan bayi yang dalam menatap saya seakan berkata ‘aku bergantung padamu untuk mendapatkan makanan terbaik untukku’. Oh, indahnya…
Dalam setiap proses pasti akan ada kendala. Kendala itu untuk dihadapi, bukan alasan untuk menyerah. Kendala-kendala atau masalah selama proses menyusui akan dibahas di sini. Kendala itu antara lain:
1. Puting Lecet
Puting lecet dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu posisi dan pelekatan bayi yang kurang sempurna saat menyusu, atau bayi tidak mengisap dengan baik. Namun penyebab utama yang sering terjadi adalah karena posisi menyusui tidak benar, yaitu areola tidak masuk ke mulut bayi, sehingga bayi hanya mengisap puting dan sulit mendapatkan ASI. Akibatnya, bayi “marah” dan menggigit puting. Puting pun lecet dan luka. Meskipun demikian, bayi dapat belajar untuk mengisap payudara dengan baik ketika ia melekat dengan tepat saat menyusu (mereka akan belajar dengan sendirinya). Jadi, proses mengisap yang bermasalah seringkali disebabkan oleh pelekatan yang kurang baik. Rasa sakit yang disebakan oleh pelekatan yang kurang baik dan proses mengisap yang tidak efektif akan terasa paling sakit saat bayi melekat ke payudara dan biasanya akan berkurang seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa sakit dapat berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang baik/mengisap tidak efektif. Banyak ibu mendeskripsikan rasa sakit seperti teriris sebagai akibat pelekatan yang kurang baik atau proses mengisap yang kurang efektif.
Ibu yang baru pertama kali menyusui atau setelah sekian lama tidak menyusui dan mulai menyusui kembali perlu belajar kembali bagaimana posisi dan pelekatan yang tepat. Jika posisi dan pelekatan tidak benar, selain beresiko mengakibatkan puting lecet (resiko pada ibu), juga dapat membuat bayi menjadi kembung (resiko pada bayi). Nah, langkah terbaik agar tidak mengalami puting lecet adalah dengan pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan memposisikan bayi dan melakukan pelekatan yang benar seperti yang dijelaskan pada web ncbi di bawah ini.
Memposisikan Bayi – Untuk Memudahkan Penjelasan, Kita Asumsikan bahwa Ibu Menyusui di Payudara Kiri
Posisi menyusu yang baik membantu pelekatan yang baik pula. Jika posisi bayi saat menyusu baik sejak awal maka apapun yang berkaitan dengan pelekatan muncul secara otomatis.
Di awal menyusui, banyak ibu merasa lebih mudah untuk melekatkan bayi dengan baik menggunakan posisi cross cradle hold. Letakkan bayi pada lengan kanan ibu, dorong bagian bawah (pantat) bayi pada sisi lengan bawah sehingga telapak tangan ibu menghadap keatas (menghadap langit-langit). Posisi ini akan membantu ibu untuk menopang badan bayi dengan lebih mudah karena berat badan bayi terletak pada lengan bawah, bukan pada pergelangan tangan. Memegang bayi dengan cara ini juga akan membantu bayi mulai menyusu dari arah yang tepat sehingga ia akan melekat dengan baik. Telapak tangan ibu menghadap ke atas dibawah kepala bayi (bukan pada pundak atau dibawah leher bayi). Ibu jari dan telunjuk terbuka dan area diantara ibu jari dan telunjuk tersebut sebaiknya terletak pada tengkuk bayi (bukan dibelakang kepala). Posisi bayi hampir horizontal dari tubuh ibu dengan kepala sedikit dimiringkan kebelakang dan badan bayi sedikit diputar sehingga posisi dada, perut dan kaki bayi sejajar dengan ibu. Posisikan bayi sedikit miring keatas sehingga bayi dapat melihat ibu. Gunakan tangan kiri untuk menahan payudara dengan posisi ibu jari diatas dan jari-jari lainnya di bagian bawah payudara, sebaiknya jari-jari agak jauh dari puting dan areola.
Ketika mulai menyusu, bayi sebaiknya mulai mendekati payudara dengan posisi kepala sedikit miring ke belakang sehingga puting secara otomatis akan mengarah ke langit-langit mulut bayi.
Pelekatan
1. Sekarang, buat bayi untuk membuka lebar mulutnya. Untuk melakukannya, arahkan puting (tetap mengarah ke langit-langit mulut bayi) melalui bibir atas bayi (bukan bibir bawah), sentuhkan puting pada kedua ujung mulut. Selain itu, ibu juga dapat melakukan sebaliknya, mengarahkan bayi untuk menyentuh puting ibu, mungkin hal ini lebih mudah. Tunggu sampai bayi membuka lebar mulutnya seperti sedang menguap. Saat ibu mendekatkan mulut bayi pada payudara, hanya dagu bayi yang menyentuh payudara ibu. Jangan ‘menyendoki’ bayi yang menyebabkan puting terarah ke bagian tengah mulut bayi. Puting sebaiknya tetap mengarah ke langit-langit mulut bayi.
2. Ketika bayi membuka mulutnya, gunakan lengan yang sedang menopang bayi untuk mendekatkan bayi ke dada ibu (bukan ‘menyendoki’ payudara pada bayi). Tidak perlu khawatir dengan pernapasan bayi. Jika bayi diposisikan dengan tepat dan melekat dengan baik, bayi akan bernapas tanpa masalah karena hidung bayi akan jauh dari payudara ibu. Jika bayi tidak dapat bernapas, ia akan menarik dirinya dari dada ibu. Jika bayi tidak dapat bernapas, maka ia tidak melekat dengan baik. Jangan takut untuk bergerak dengan cepat.
3. Jika puting terasa sakit, gunakan jari telunjuk ibu untuk sedikit menarik dagu bayi, hal ini akan membuat semakin banyak bagian dari payudara ibu yang masuk ke mulut bayi. Ibu dapat melakukan hal ini selama proses menyusui meskipun pada umumnya tidak selalu dibutuhkan. Rasa sakit/nyeri biasanya akan berkurang. Hindari melekatkan bayi kemudian menariknya berulang kali untuk mendapatkan posisi pelekatan yang tepat. Jika hal ini dilakukan hingga 5 kali dan terasa sakit, ibu akan merasakan 5 kali lipat rasa sakit, dan lebih parah, 5 kali lipat kerugian karena bayi dan ibu akan merasa frustasi. Atur posisi dan pelekatan ketika menyusui di payudara yang lain, atau ketika waktu menyusui berikutnya.
4. Prinsip yang sama berlaku baik untuk menyusui dengan duduk maupun berbaring, atau dengan posisi football maupun cradle hold. Bantu bayi untuk membuka lebar mulutnya, jangan biarkan bayi melekat hanya di puting saja, melainkan sebagian besar areola (bagian gelap dari payudara) masuk kedalam mulut bayi (tidak harus seluruh areola masuk ke dalam mulut).
5. Tidak ada standar waktu menyusui yang “umum/normal”. Jika Anda memiliki pertanyaan, kunjungi klinik laktasi.
6. Bayi yang melekat dengan baik akan memasukkan sebagian besar areola, lebih banyak dengan bibir bawahnya dibandingkan bibir atasnya.
Lihat klip video di situs nbci.ca
Meningkatkan Isapan Bayi
Bayi belajar untuk menghisap dengan baik dengan menyusui dan dengan mendapatkan ASI dalam mulutnya. Isapan bayi akan menjadi tidak efektif atau tidak tepat untuk menyusu jika sejak awal sudah diberikan botol/dot atau karena pelekatan yang kurang baik sejak awal. Beberapa bayi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membangun kemampuan mengisap dengan efektif. Melatih hisapan dan/atau memberikan minum menggunakan jari (Lihat lembar informasi Memberi Minum dengan Jari dan Cangkir) bisa membantu, namun ingat bahwa memberikan bayi minum dengan jari, tidak langsung ke payudara bukan ide yang baik dan disarankan hanya sebagai alternatif terakhir.
Nyeri lain pada puting juga dapat disebabkan karena terjadi Vasoplasma.
Vasoplasma didefinisikan sebagai rasa nyeri yang dikaitkan dengan memutihnya warna puting seringkali digambarkan oleh ibu sebagai “terbakar”, namun pada umumnya hanya setelah menyusui. Hal ini bisa berlangsung beberapa menit atau lebih, setelah itu warna puting kembali normal, tetapi kemudian rasa sakit yang baru muncul dan biasanya digambarkan sebagai rasa “berdenyut”. Rasa berdenyut tersebut bisa berlangsung beberapa detik atau menit dan kemudian puting akan berubah putih lagi, dan proses tersebut berulang. Penyebabnya tampak seperti kejang pada urat nadi (seringkali disebut “vasospasma” atau fenomena Raynaud) di puting (ketika puting berubah putih), diikuti dengan relaksasi oleh urat nadi tersebut (ketika warna puting kembali normal). Kadang-kadang rasa sakit akan tetap dirasakan bahkan setelah rasa nyeri/perih saat menyusui tidak lagi menjadi masalah, sehingga ibu hanya akan merasakan sakit hanya setelah menyusui.
Lalu apa yang dapat dilakukan?
1. Pastikan benar untuk mendapatkan pelekatan yang sebaik mungkin saat bayi menyusu. Rasa sakit seperti ini hampir selalu dikaitkan dengan, dan sangat mungkin disebabkan oleh apapun yang menyebabkan sakit saat menyusui. Penanganan yang paling baik untuk vasospasm adalah menangani penyebab utama sakit pada puting itu sendiri. Jika penyebab utama tersebut dapat ditangani, biasanya vasospasm akan pulih dengan sendirinya.
2. Memanaskan puting (kompres handuk panas, botol air panas, pengering rambut) segera setelah menyusui dapat mencegah atau mengurangi rasa sakit. Memanaskan dengan cara yang kering biasanya lebih baik daripada cara yang basah, karena mengompres dapat menyebabkan luka yang lebih parah pada puting.
3. Vitamin B6 multi kompleks dapat juga digunakan sebagaimana magnesium dengan kalsium. Beberapa kali kami terpaksa menggunakan pengobatan oral (nifedipine) untuk mencegah reaksi seperti ini. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penanganannya, lihat lembar informasi Vasospasm dan Fenomena Raynaud/Vasospasm and Raynaud’s Phenomenon).
Langkah-langkah Umum Penanganan Puting Lecet
1. Puting dapat dihangatkan beberapa saat setiap selesai menyusui dengan menggunakan pengering rambut (kecepatan rendah).
2. Sebaiknya puting dibiarkan terbuka/diangin-anginkan sesering mungkin, kecuali jika terjadi vasospasm.
3. Jika tidak mungkin mengangin-anginkan puting, gunakan pelindung payudara yang berbentuk kubah terbuat dari plastic (tetapi bukan puting sambungan yang menurut kami bukan alat yang efektif untuk menangani puting lecet, atau bahkan untuk masalah menyusui apapun bentuknya), dapat digunakan untuk melindungi puting dari gesekan dengan pakaian ibu (gunakan yang berukuran paling besar agar tidak terjadi gesekan antara puting dengan plastik pelindung). Bantalan payudara (breast pads) akan membuat daerah puting menjadi lembab sehingga dapat memperparah kondisi puting yang sakit. Selain itu, bantalan ini juga dapat menempel pada luka di puting. Jika ASI sangat merembes, gunakan bantalan diluar pelindung payudara.
4. Salep kadang-kadang dapat membantu. Jika memang diperlukan, gunakan hanya sedikit saja setelah menyusui dan jangan mencuci puting setelahnya. Kami menggunakan ”salep puting serbaguna” (SPS) yang kami anggap sangat bermanfaat. Lihat lembar informasi Protokol Candida untuk mendapatkan resepnya. Ingat bahwa begitu salep digunakan pada puting, puting tidak lagi diangin-anginkan.
5. Jangan membasuh puting terlalu sering, mandi secara rutin setiap hari sudah cukup.
6. Jika berat badan bayi bertambah dengan baik, bayi tidak perlu untuk selalu menyusu pada kedua payudara setiap kali menyusu. Menyusui pada satu payudara saja dapat mengurangi rasa sakit dan membantu menyembuhkan, tapi hati-hati, tidak semua ibu mampu melakukan hal ini. Lihat video klip di situs nbci.ca agar Anda tahu bayi benar-benar menyusu (atau tidak). Akan sangat membantu dengan melakukan kompresi/penekanan payudara (lihat lembar informasi Penekanan Payudara/Breast Compression) saat bayi tidak menelan lagi agar bayi tetap mendapatkan ASI. Anda mungkin dapat melakukan ini pada beberapa kali menyusui, tapi beberapa ibu tidak demikian. Pada situasi yang sangat sulit, alat bantu menyusui (lihat lembar informasi Alat Bantu Menyusui) dapat digunakan untuk memberikan asupan tambahan (paling disarankan adalah ASI perah), agar bayi akan tetap menyelesaikan menyusu pada satu payudara. Tidak menyusui secara langsung pada payudara adalah pilihan terakhir.
Jika Anda tidak dapat menyusui secara langsung karena rasa sakit, meskipun semua langkah diatas sudah dicoba, masih memungkinkan untuk kembali menyusui setelah berhenti menyusui selama beberapa waktu (3-5 hari) sampai puting sembuh. Selama tidak menyusui tersebut, bayi sebaiknya tidak diberi botol dot. Tentu saja akan lebih baik bagi Anda dan bayi Anda jika bayi diberikan ASI perah. Berikan ASI perah dengan cangkir atau gunakan teknik memberi minum dengan jari, lihat lembar informasi Memberi Minum dengan Jari dan Cangkir). Sekali lagi, perlu ditekankan bahwa tidak menyusui langsung adalah alternatif terakhir dan jangan dianggap enteng. Selain itu, hal ini seringkali tidak berhasil.
Kami tidak merekomendasikan penggunaan puting sambungan karena, meskipun alat tersebut dapat membantu untuk sementara waktu, biasanya tidak membantu. Pada kenyataannya, pelindung puting justru dapat meningkatkan trauma pada puting. Puting sambungan juga dapat menurunkan produksi ASI secara drasti, dan akhirnya bayi dapat menjadi rewel dan/atau tidak bertambah berat badannya dengan baik. Begitu bayi terbiasa dengan penggunaan pelindung puting, bisa saja menjadi mustahil untuk mengembalikannya menyusu langsung pada payudara. Gunakan puting sambungan hanya sebagai alternatif terakhir, dan pastikan untuk mencari bantuan terlebih dahulu.
(sumber)
2. Merangak-i
Hmm… Bahasa Indonesianya apa ya? Merangkak-i itu adalah istilah dalam bahasa Jawa dimana keadaan ibu yang baru mulai menyusui bayi menjadi demam, mata terasa panas, badan tidak enak, gemetaran, “nggreges”, payudara bengkak, sakit luar biasa kalo disenggol, apalagi untuk menyusui. Kendala pertama ini sempat saya rasakan pada hari ke-10 setelah melahirkan. Penyebabnya belum pasti. Cara mengatasinya adalah dengan mengompres PD dengan handuk hangat dan semakin sering menyusui bayi. Ada yang mengatakan proses ini adalah proses pematangan ASI. Sakit memang!! Tapi gak boleh menyerah!! Meski dengan memejamkan mata, gigit bantal dan kadang ada air yang keluar di ujung pelupuk mata. Tarik napas panjang, keluarkan.. Rileks…
3. Bingung Puting
Bingung puting dapat didefinisikan sebagai penolakan oleh bayi untuk menyusu di payudara dikarenakan bayi mengalami kesulitan melekat dan menghisap. Penyebabnya karena bayi telah dikenalkan kepada media menyusu lain seperti dot atau empeng. Ini terjadi saat usia aira 4 bulan 3 minggu. Cerita lengkapnya di sini. Nah, bingung puting ini terjadi karena bayi tidak hanya menyusu pada Ibu, tapi juga pada benda lain, misalnya dot atau kempengan. Bayi menjadi bingung karena mekanisme menyusu pada PD berbeda dengan menyusu dengan menggunakan dot atau kempengan.
Mekanisme bayi menghisap di payudara berbeda dengan mekanisme bayi jika menghisap menggunakan dot atau empeng. Pada saat menghisap di payudara, terdapat koordinasi antara lidah dan gerakan rahang. Bayi akan membuka mulut lebar dan memasukkan puting dan areola ke dalam mulut. Lidah menahan puting dan areola bersamaan dengan langit-langit mulut yang membentuk “dot” panjang. Lidah berada dibelakang puting dan menciptakan keadaan vakum (tidak ada udara) di dalam mulut pada saat memompa susu, kemudian dilanjutkan dengan gerakan menelan. Saat bayi berhenti menghisap dan memompa, aliran susu berhenti.
Saat menyusu di botol dot, adanya gaya gravitasi bumi menyebabkan aliran susu lebih mudah didapat. Bayi tidak perlu membuka mulut lebar saat memasukkan dot. Dot tidak perlu dimasukkan jauh kedalam mulut. bayi menggunakan kedua bibirnya untuk menghisap. Lidah berada didepan dot, bergerak maju mundur menutup lubang dot yang berfungsi untuk menghentikan aliran susu saat alirannya terlalu deras. Susu tetap mengalir saat bayi menghisap ataupun tidak.
Saat bayi menyusu di payudara dengan mekanisme menghisap dari dot dapat menyebabkan puting ibu trauma, lama kelamaan aliran susu dari payudara akan terasa kurang deras. Bayi akan sulit melekat dan menghisap, pengosongan payudara tidak sempurna (dalam hal ini bisa menyebabkan payudara bengkak,mastitis ataupun abses payudara),produksi ASI berkurang,dan dapat menyebabkan penolakan bayi untuk melekat ke payudara ibu.
Jika ibu akan kembali bekerja atau akan bepergian tanpa membawa bayi, ibu dapat menggunakan alat bantu seperti cup feeder, soft cup feeder, sendok, maupun pipet dan mengajarkan pengasuh cara memberikan ASI perah dengan menggunakan alat-alat tersebut.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil jika bayi terlanjur megalami bingung puting:
1. Segera datang ke klinik laktasi untuk berkonsultasi dengan konselor /konsultan laktasi
2. Hentikan penggunaan dot atau empeng, sementara sebelum bayi mau melekat, gunakan alat bantu cup feeder atau soft cup feeder (alat yang kedua ini lebih nyaman untuk bayi yang sudah kenal dot), untuk memberi susu (dalam hal ini ASI perah atau ASI donor) dapat ditawarkan pada kedua orang tua bayi untuk dirawat di rumah sakit karena jika dirawat di rumah, bayi yang telah terbiasa diberi ASI dengan alat selain dot berpotensi untuk menolak dan menangis keras (membuat ibu dan anggota keluarga lain stress sehingga bisa mengagalkan terapi).
3. Kontak kulit ke kulit antara ibu dengan bayi minimal 24 jam dengan menggunakan kain gendongan atau baby wrap.
4. Coba susui langsung saat bayi tenang, misalnya saat baru bangun pagi atau terbangun dari tidur. Bila bayi sudah terlanjur lapar atau menangis, sebaiknya segera diberi susu (ASI perah/ASI donor) dengan alat bantu yang telah disebutkan sebelumnya, jangan dipaksakan untuk menyusu di payudara.
5. Bila bayi sudah mulai melekat, tunggu mulut bayi terbuka lebar sebelum melekatkan payudara. Perah ASI dengan tangan untuk merangsang reflex pengeluaran ASI, dan biarkan ASI menetes sebelum mecoba melekatkan payudara.
6. Gunakan alat bantu menyusui yang ditempelkan di puting ibu, sehingga bayi mendapat susu dari 2 sumber yaitu payudara dan alat bantu, hal ini dilakukan karena bayi terbiasa dengan aliran susu yang deras
7. Bila produksi ASI berkurang, segeralah berkonsultasi dengan konselor atau konsultan laktasi untuk mendapatkan terapi.
(Sumber: dr. Aini, Tim Klinik Laktasi RSIA Kemang Medical Care)
Tambahan dari saya, jangan lupa libatkan ayah dan pengasuh bayi (orang yang memberikan ASIP ke bayi) – kalau perlu eyang-eyang dan para bude-tantenya diajak semua – saat konsultasi ke konselor laktasi agar semua lingkungan paham pentingnya menyusui, ASI dan bisa mendukung proses ini. Perhatikan juga pola makan Ibu. ASI yang berkualitas tentu tergantung dari asupan gizi ibunya. Maka makanlah beraneka ragam makanan.
4. Mastitis
Ini sudah bulan ke-20 saya menyusui, sebentar lagi selesai. Saya pikir cukup sudah semua permasalahan dalam menyusui saya alami. Ternyata Allah memang baik sama saya. Saya diberi pengalaman yang lain lagi. Mastitis. Ini sebenarnya masalah yang cukup sering dialami ibu menyusui. Tapi berhubung saya punya riwayat penyakit kanker PD dalam keluarga (Eyang putri dan bude saya meninggal karena kanker PD), maka menemukan sebuah benjolan yang tidak wajar di daerah yang krusial itu rasanya bikin deg-degan gak karuan. Tiga hari sakit saya tahan sendiri. Hari ketiga saya ceritakan ke suami dan mama saya, besoknya, saya langsung diantar mama ke dokter spesialissss k-a-n-k-e-r… Doh, Gusti!! (berusaha untuk berpikir positif). Proses pemeriksaan dan antri memakan waktu 5 jam. Alhamdulillah bukan tanda-tanda kanker. Hanya iritasi saja. Tapi tetap saya diberi antibiotik dosis tinggi. Diminum EMPAT kali sehari, selama 5 hari!!
Menurut Per Maureen Minchin (Breasfeeding Matters, Chapter 6), mastitis adalah peradangan PD yang dapat disebabkan karena penyumbatan, infeksi, dan/atau alergi. Mastitis umumnya terjadi pada 2-3 minggu pertama dalam proses menyusui, namaun dapat juga terjadi kapanpun dalam masa menyusui. Mastitis umumnya terjadi hanya pada satu PD saja. Gejala lokalnya sama seperti plugged duct, hanya saja rasa sakit/panas/bengkaknya umumnya lebih intens dan mungkin ada tanda kemerahan pada daerah yang radang. Gejala lainnya yang mungkin terjadi adalah demam (38,5oC), menggigil, sakit seperti flu, dan nggregesi.
Penyebab terjadinya mastitis hampir sama seperti penyebab terjadinya plugged duct, yaitu
1. Pengeluaran ASI yang tidak maksimal
2. Jarang menyusui atau melewatkan waktu menyusui
3. Tekanan pada kelenjar ASI
4. Peradangan
5. Infeksi yang diakibatkan karena terjadinya puting lecet, dll.
6. Stress, kelelahan, anemia, dan daya tahan tubuh menurun juga menjadi faktor penyebab terjadinya mastitis.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi mastitis adalah dengan TERUS MENYUSUI, istirahat (bed rest kalau perlu), tingkatkan konsumsi air putih, perhatikan asupan zat gizi, jika diperlukan, boleh minum obat penahan rasa nyeri dan antibiotik atas petunjuk dari dokter.
Keterangan lebih lengkap tentang mastitis dapat dilihat di sini.
Setelah membaca informasi dari web canggih itu, barulah saya menyadari, saya mengalami mastitis ini pada saat saya banyak pekerjaan dan cukup sering ke luar kota berhari-hari. Meskipun ketika dinas saya tetap mengeluarkan ASI saya, tapi ternyata tidak maksimal mengeluarkannya. Daya tahan tubuh saya pun jadi turun karena kecapekan. Pelajaran banget kan buat saya.
Alhamdulillah saya merasa beruntung pernah mengalami ini semua. Semoga semua pengalaman ini membuat saya menjadi lebih kuat sehingga dapat menyusui dengan lebih baik untuk anak-anak saya berikutnya.